BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang
memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya
kemajemukan di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di
Indonesia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta,
rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki
kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya
masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan
masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda di karenakan setiap
masyarakat / suku memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan suku
liannya.
Masyarakat Batak, adalah salah satu masyarakat Indonesia yang
berada di kawasan Sumatra. Setiap masyarakat pastilah memiliki kebudayaan yang
berbeda dengan masyarakat lainnya yang menjadi penanda keberadaan suatu
masyarakat / suku. Begitu juga dengan masyarakat Batak yang memiliki
karekteristik kebudayaan yang berbeda.
Keunikan kharakteristik suku Batak ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian
dan lain sebagainya. Adat-istiadat seperti upacara kelahiran, upacara
pernikahan, upacara kematian, norma, dan kebiasaan-kebiasaan juga merupakan
jati diri suku bangsa Batak, yang membedakan suku bangsa ini dengan suku bangsa
lain.
Suku Batak dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah
satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah
Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu
pengetahuan bagi kita dalam hal kebudayaan.
TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
Agar pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat Batak.
Agar pembaca dapat memahami salah satu bentuk masalah sosial
yang ada dalam masyarakat Batak.
Agar pembaca dapat menelaah sistem interaksi dalam kehidupan
keseharian masyarakat Batak.
Agar pembaca mengetahui bagaiman kehidupan beragama
masyarakat Batak.
Agar pembaca mengetahui bagaiman kehidupan ekonomi
masyarakat Batak.
BAB II
ISI/PEMBAHASAN
Pengembangan Kebudayaan Daerah setempat perlu
senantiasa mendapatkan prioritas untuk dibina. Hal ini tidak lain karena
komulasi dari berbagai pranata ada dalam masyarakat di daerah. Karena Kebudayaan
itu keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia, dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Ini
berarti bahwa hampir semua tindakan manusia adalah Kebudayaan. Karena amat
sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu
dibiasakan dengan belajar. Masing-masing Individu mempunyai gagasan
sendiri-sendiri, pada saat mereka bertemu satu dengan yang lain terjadi
interaksi dalam gagasan atau pemikiran yang akhirnya dapat membuahkan gagasan
kolektif biasanya terumuskan dan tersimpan dalam bahasa dari masyarakat yang
bersangkutan, dan demikian dapat dilanjutkan kepada generasi berikutnya.
Dengan
demikian bila generasi warga masyarakat yang bersangkutan telah meninggal dapat
dilanjutkan kepada generasi berikutnya. Masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lain juga berbeda dalam kebudayaannya, misalnya kebudayaan suku Jawa akan
berbeda dengan suku Bali, Batak Banjar, mentawaian, maupun suku-suku yang lain.
Namun kebaikan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia bahwa dengan perbedaan yang
mereka miliki malah saling mengisi, melengkapi dan dapat bekerja sama . Disisi
lain karena mengetahui keaneka ragaman karakteristik/ kebudayaan maka akan
semakin tahu apa yang dimaksud keindahan bangsa Indonesia, dengan demikian akan
mendorong timbulnya rasa kebangsaan, nasionalisme, patriotisme hingga dapat
memperkokoh jati diri bangsa . Jatidiri bangsa diperoleh dari jati diri
masyarakat akan rasa cintanya terhadap daerahnya, rasa bangga terhadap
daerahnya, yang akhirnya dengan segala potensi yang dimiliki disumbangkan untuk
mengisi program-program pembangunan yang telah direncanakan .
Berbicara
masalah Lingkungan budaya di suatu daerah, tidak bisa terlepas dari keaneka
ragaman suku-suku bangsa dan bahasa daerah di Indonesia . suku bangsa adalah
satuan –satuan manusia atau kolektif yang terikat oleh kesadaran dan kekuatan
atau kesatuan kebudayaan. Keanekaragaman kehidupan masyarakat Indonesia selain
menyebabkan perbedaan-perbedaan budaya juga memperlihatkan kesamaan-kesamaan.
Berdasarkan semboyan ‘ Bhinneka Tunggal Ika ‘ , maka bangsa
Indonesia yang beraneka ragam budaya menyadari pentingnya persatuan bangsa,
dengan arti bersatu tidak harus sama.Yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia,
hidup rukun tentram dan damai dalam suatu wilayah kesatuan Republik Indonesia .
Bahasa Indonesia merupakan tali pengikat persatuan bangsa Indonesia dengan
tetap menjunjung bahasa-bahasa Daerah dari berbagai suku bangsa .
Bangsa
Indonesia tidak ingin dan tidak akan menghilangkan perbedaan-perbedaan
dikalangan bangsa Indonesia sendiri, tindakan menghilangkan perbedaan itu
bertentangan dengan kodrat bangsa Indonesia, berusaha terus agar perbedaan
tersebut mempersatukan bangsa kita dalam persamaan penuh, keserasian dan
keselarasan. Berangkat dari keaneka ragaman kita ciptakan persatuan dan
kesatuan bangsa, keaneka ragaman budaya kita jadikan landasan pembinaan
persatuan dan kesatuan bangsa, keaneka ragaman budaya kita kembangkan agar
tumbuh subur dan dapat memperkaya maupun memberi warna warni indahnya budaya
bangsa.
Dalam
setiap PELITA menghendaki agar budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa,
karsa dan karya bangsa Indonesia yang telah dilandasi nilai luhur bangsa
berdasarkan Pancasila bercermin pada Bhinneka Tunggal Ika dan berwawasan
Nusantara harus diupayakan agar senantiasa menjiwai perilaku masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan serta dapat memperkokoh Jatidiri bangsa. Suatu hal yang
sangat menarik sebab dalam setiap PELITA menghendaki budaya bangsa sebagai
perwujudan cipta, rasa, karsa dan karya bangsa Indonesia yang dilandasi nilai
luhur bangsa. Dewasa ini di negara kita sedang terjadi proses modernisasi yang
membawa perubahan sosial budaya akibatnya akan membawa dampak positif dan
negatif. Masalahnya sekarang bagaimana faktor-faktor negatif dapat ditempuh
atau pengaruhnya dibuat seminimal mungkin . Dalam menghadapi permasalahan ini
bantuan dan dukungan faktor-faktor intern yang kuat yang dimiliki bangsa ini
untuk bertindak dan memilih mana yang sebaiknya dilakukan.
Sebagai contoh dalah Suku / masyarakat Batak hidup di
kawasan Sumatra Utara. Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah
masyarakat Batak. Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karo dan
kawasan danau Toba.
Sebagai bagian dari sejarah bangsa, budaya Batak sudah ada
sejak berabad-abad tahun yang lalu. Dimulai dari kerajaan Sisingamangaraja yang
pertama (kakek buyut Raja Sisingamangaraja XII, pahlawan nasional Indonesia),
suku Batak tetap eksis sampai saat ini dengan tetap mempertahankan
identitasnya. Pewaris kebudayaan Batak tetap menjaga, memelihara serta
melestarikan Budaya Batak sebagai kebudayaan warisan nenek moyang. Budaya Batak
yang bersifat kekeluargaan, gotong royong dan setia kawan telah mengakar
disetiap langkah hidup orang Batak. Budaya Batak sudah menjadi falsafah hidup
bagi warganya ditengah era globalisasi dewasa ini.
Identitas kesukubangsaan merupakan internalisasi nilai yang
diwariskan oleh orang tua secara informal kepada setiap anak sejak dari kecil
untuk membangun eksistensi ke-Batakan-nya (habatahon), yang kelak dapat
merupakan jalan, wahana, dan alat memasuki tujuan hidup suku bangsa Batak. Dengan
demikian, identitas budaya ini disebut sebagai nilai instrumental (instrumental
values). Visi suatu suku bangsa adalahtujuan hidup suatu kolektif, dalam hal
ini tujuan suku bangsa Batak, yang merupakan tujuan akhir yang diidam-idamkan
masyarakat. Dengan demikian, visi tujuan hidup ini disebut sebagai nilai terminal
(terminal values). Pedoman interaksi merupakan landasan interaksi masyarakat,
yang berfungsi menentukan kedudukan, hak, dan kewajiban masyarakat,mengatur
serta mengendalikan tingkah laku masyarakat dalam kehidupan sosial sehari-hari,
dan menjadi dasar demokrasi untuk penyelesaian masalah terutama secara
musyawarah dan mufakat dalam masyarakat Batak Toba.
INTERAKSI SOSIAL DALAM MASYARAKAT BATAK
Sistem interaksi pada masyarakat Batak adalah Dalihan Na
Tolu ”Tungku Nan Tiga”, yang terdiri atas dongan tubu (pihak semarga), boru
(pihak penerima istri), dan hula-hula (pihak pemberi istri). Dalam
interaksinya, setiap orang akan memiliki sikap berperilaku yang berbeda pada
masing-masing pihak itu. Orang akan manat mardongan tubu ”hati-hati pada teman
semarga”, elek marboru ”membujuk pada pihak penerima istri” , dan somba
marhula-hula “hormat pada pihak pemberi istri”. Jelas bahwa nilai interaksional
ini hanya bisa dipahami, bahkan dijelaskan, setelah memiliki dan memahami nilai
identitas.
Visi orang Batak sangat jelas, yakni ingin memiliki
Hagabeon-Hamoraon-Hasangapon. Istilah hagabeon berarti ”mempunyai keturunan
terutama anak laki-laki”, hamoraon berarti ”kekayaan atau kesejahteraan” , dan
hasangapon berarti ”kehormatan”. Hamoraon dan hagabeon sangat jelas
indikatornya, tetapi hasangapon agak abstrak: hasangapon adalah hagabeon plus
hamoraon. Untuk mencapai hagabeon, orang harus menikah; untuk mencapai
hamoraon, orang harus mandiri, kerja keras, gotong royong, dan berpendidikan,
yang kesemuanya membuat orang dapat mencapai hasangapon. Oleh karena
hagabeon-hamoraon-hasangapon itu merupakan visi dan tujuan kehidupan orang
Batak, maka itulah yang disebut dengan nilai terminal.
Akhirnya, nilai utama Budaya Batak, yakni identitas sebagai
instrumental values, sistem interaksi sebagai interactional values, dan visi
sebagai terminal values dapat difungsikan dan diwariskan dalam pembentukan
sumber daya manusia untuk mencapai keberhasilan pembangunan suku bangsa Batak. Pewarisan,
internalisasi, dan resosialisasi nilai-nilai budaya di atas sejak dini kepada
masyarakat Batak akan menciptakan sumber daya manusia yang betul-betul menjadi
human capital terutama di daerah bonapasogit.
Manusia sebagai sosok dan tokoh selalu menarik
diperbincangkan dari aneka sudut pandang. Perbincangan akan lebih menarik bila
sosok dan ketokohan seseorang relevan dan kontributif bagi pengembangan
sumberdaya generasi muda. Sosok dan tokoh yang menyejarah dapat menjadi acuan
untuk membangun sikap dan semangat patriotisme. Manusia dalam konteks budaya
adalah individu yang mampu berperan sebagai penggagas, pelaku, dan penghasil.
Ketiga peran ini terakumulasi dan termanifestasi dalam prestasi (achievement).
Gagasan, tindakan dan kinerja manusia yang berlandaskan pada prestasi gemilang
sampaikapanpun akan menjadi idaman dan sumber inspirasi bagi tiap-tiap
individu. McClelland, (1987) berkata bahwa ada tiga motif sosial yang dapat
membuat orang berhasil, yakni motif berprestasi (the achievement motive), motif
berkuasa (the power motive), dan motif persahabatan (the affiliation motive). Ketiga
motif sosial itu ternyata ditentukan oleh lingkungan budayanya. Tanpa sistem
marga Dalihan Na Tolu, sukubangsa Batak sudah lama lenyap oleh kemajuan
zaman.
Suku bangsa yang terdapat dala masyarakat Batak ialah Karo, Toba,
Simalungun Nias. Dari suku bagsa ini
terdiri dari beberapa marga dan submarga.
BAB III
PENUTUP
KESIMPILAN
Suku / masyarakat Batak hidup di
kawasan Sumatra Utara. Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah
masyarakat Batak. Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karo dan
kawasan danau Toba. Sebagian masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang.
Di smping bercocok tanam, pertenakan juga merupakan suatu mata pencaharian yang
penting bagi orang batak umumnya. Di daerah pinggiran danau toba, biasanya
masyarakat Batak menagkap ikan dengan perahu lesung. Masyarakat Batak pada
umumnya beragama kristen dan hanya sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun
demikian masyarakat perdesaan suku Batak tetap memepertahankan agama aslinya.
Orang batak percaya bahwa, yang menciptakan alam semesta ini adalah debata(ompung) mulajadi
na bolon. Dia tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama seseui
tugasnya.
Walau terjadi unifikasi hukum
nasional buat seluruh masyarakat Indonesia, namun budaya Batak tetap akan
dijaga. Walau Sisinga Mangaraja telah gugur namun falsafah hidup Dalihan
Na Tolu tidak pernah hilang. Dan pola Kebudayaan Batak sejak abad XIV
hingga kini tidak pernah dapat ditumbangkan oleh kebudayaan asing. Zaman boleh
berubah, teknologi boleh semakin maju, arus globalisasi boleh semakin deras
tapi kebudayaan Batak tetap harus dilestarikan. Budaya Batak akan tetap
bertahan dan berkembang dalam perubahan multi dimensi.
B. SARAN
Pengembangan Kebudayaan Daerah setempat perlu senantiasa
mendapatkan prioritas untuk dibina. Hal ini tidak lain karena komulasi dari
berbagai pranata ada dalam masyarakat di daerah. Kebudayaan yang dimiliki suku
Batak ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang
perlu tetap dijaga kelestariannya. Berdasarkan semboyan ‘ Bhinneka Tunggal Ika
‘ , maka bangsa Indonesia yang beraneka ragam budaya menyadari pentingnya
persatuan bangsa, dengan arti bersatu tidak harus sama.Yang menjadi cita-cita
bangsa Indonesia, hidup rukun tentram dan damai dalam suatu wilayah kesatuan
Republik Indonesia . Bahasa Indonesia merupakan tali pengikat persatuan bangsa
Indonesia dengan tetap menjunjung bahasa-bahasa Daerah dari berbagai suku
bangsa .
DAFTAR
PUSTAKA
Tarigan, Raja Malem . 2005. Budaya Batak
Dalam Perubahan Multidimensi, Bandung : ITB Press. (Sebuah Makalah).
Ningrat, Kountjara. 2004. Manusia dan Kebudayaan
Indonesia.Jakarta :Djambata
Salomo, Mangaradja. 1938. Memilih dan Mengangkat Radja
di Tanah Batak menurut Adat Asli.. Sibolga: Rapatfonds Tapanuli.
Kountjara Ningrat, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, (
Jakarta, Djambatan, 2004). Hlm.101-102.
Mangaradja Salomo, Memilih dan Mengangkat Radja di
Tanah Batak menurut Adat Asli.( Sibolga: Rapatfonds Tapanuli, 1938) hal. 5-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar