PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Administrasi
merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan
atas Rasionalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dengan memanfaatkan sarana dan prasana tertentu secara berdaya guna
dan berhasil guna. Administrasi bertujuan jangka panjang dan pendek dan
pelaksanaannya akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila semua orang
mampu menumbuhkan dan memelihara kerjasama yang erat antara mereka.
Hukum
Administrasi Negara sendiri berarti pengkhususan dari Hukum Tata Negara dimana
Negara dipelajari dalam keadaan bergerak. Disini Hukum menjadi pedoman dalam
menyelenggarakan struktur dan kefungsian Administrasi. Organisasi Negara ikut
serta dalam lalu lintas masyarakat dan Hukum Administrasi adalah peraturan yang
mengatur hubungan timbal balik antar pemerintahan dan rakyatnya.
Di
tengah arus reformasi ini dimana perbuatan Pemerintah dalam perbuatan Hukum
Public memiliki suatu tantangan dengan dihadapkan pada adanya Pengadilan Tata
Usaha Negara sebagai parameter ujinya dirasakan masih kurang. Oleh karena itu
dalam Hukum Administrasi. Negara juga ada parameter uji lainnya yaitu ABBB
(Algemene Berginselen Van Beharlijke Bestuur) atau lebih dikenal sebagai
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK.
Asas-asas Umum
Pemerintahan yang baik terdiri dari pada:
Asas
Kejujuran dimana dalam pelaksanaannya diupayakan sebanyak mungkin mendekati
Asas Keadilan. Kemudian Asas Kecermatan yang menghendaki agar setiap penetapan
kiranya telah melalui pertimbangan masa-masa dan secara seksama sehingga tidak
terjadi konflik. Asas Kemurnian Dalam Tujuan disimpulkan tentang kewajiban
Administrator agar penetapan dapat menuju sasaran dengan tepat. Lalu Asas
Keseimbangan dimana antara pihak pemberi dan yang diberi penetapan terdapat
keseimbangan kepentingan. Yang terakhir adalah Asas Kepastian Hukum yang dalam
hal ini mengutamakan keadilan dan kewajiban telah dipenuhinya. Syarat formal
dan materiil suatu ketetapan.
Dalam
Administrasi Negara Eksekutiflah yang paling berperan dan bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Administrasi Negara. Dalam kehidupan
kenegaraan peran pihak eksekutif dengan seluruh jajaran dan birokratisasinya
sangat besar, sedemikian besarnya sehingga ada kalanya meskipun tidak tepat,
Administrasi Negara diidentikkan dengan Administrasi Pemerintahan Negara.
Ilmu
Administrasi Negara mengajarkan bahwa Pemerintah Negara pada hakekatnya
menyelenggarakan dua jenis fungsi utama, yaitu fungsi pengaturan dan fungsi
pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakekat Negara sebagai
Negara Hukum (Legal State),
sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat Negara sebagai suatu Negara
Kesejahteraan (Welfare State). Baik fungsi pelayanan dan fungsi pengaturan
seperti ditekankan di muka dipercayakan kepada aparatur pemerintahan tertentu
dan secara fungsional bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu dari kedua
fungsi tersebut.
System
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah,
dipandang perlu lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah yang seyogyanya pula disertai dengan ASAS-ASAS UMUM
PEMERINTAHAN YANG BAIK.
Otonomi
daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik dalam dan
luar negeri, serta tantangan persaingan global. Otonomi daerah memberikan
kewenangan yang luas dan nyata, bertanggung jawab kepada daerah secara
proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan kemanfaatan
sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Itu semua
harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran masyarakat,
pemerataan, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
PEMBAHASAN
Otonomi
Daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara proposional
yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai
dengan ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998.
Penyelenggaraan
Otonomi di daerah didasarkan pada isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Menurut Hukum Tata Pemerintahan
Negara atau Hukum Administrasi Negara Otonomi Daerah merupakan suatu kewenangan
daerah untuk menjalankan pengaturan, penetapan, penyelenggaraan, pengawasan,
pertanggungjawaban Hukum dan Moral dan Penegakan Hukum Administrasi di daerah
untuk terciptanya pemerintahan yang taat hukum, jujur, bersih, dan berwibawa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Otonomi
daerah sebagai suatu kebijakan Desentralisasi ini diberlakukan dikarenakan
Otonomi Daerah diharapkan dapat menjadi solusi terhadap problema ketimpangan
pusat dan daerah, disintegrasi nasional, serta minimnya penyaluran aspirasi
masyarakat local. Otonomi merupakan solusi terpenting untuk menepis
disintegrasi.
Negara
Indonesia
merupakan suatu eenheidsstaat, maka Indonesia
tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.
Daerah Indonesia
dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam darah yang
lebih kecil. Di dalam daerah-daerah yang bersifat otonom (Streek an Locale
Rechtgemeenschappen) atau bersifat Administrasi belaka, semuanya menurut aturan
yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah oleh karena itu di daerah pun,
pemerintahan akan bersendikan atas dasar permusyawarahan.
Mengapa propinsi mendapat
kedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi ? Ada
beberapa pertimbangan yang mendasarinya, yaitu:
1.
Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat
lintas daerah kabupaten dan daerah kota
serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan
untuk daerah kabupaten dan daerah kota.
3.
Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu
yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan Asas Dekonsentrasi.
Otonomi
untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas
kabupaten dan kota,
dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan
daerah kota,
serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya.
Dari
uraian diatas, saat ini yang menjadi permasalahannya adalah “Siapkah sumber
daya manusia di daerah dalam menerima otonomi”
1.3. Kerangka Teori
Permasalahan
yang akan kita bahas, meliputi beberapa hal antara lain:
1.
Penyebab timbulnya otonomi daerah
2.
Permasalahan-permasalahan yang timbul akibat otonomi
daerah.
3.
Antisipasi terhadap problem yang terjadi akibat
pemberlakuan otonomi daerah.
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Pemberian
otonomi daerah yang mendadak mengakibatkan artikulasi otonomi daerah kepada
aspek-aspek finansial tanpa pemahaman yang cukup terhadap hakekat otonomi itu sendiri.
2. Pemberlakuan
otonomi daerah akibat kecenderungan pemerintah pusat yang tidak menguntungkan
daerah.
3. Di
daerah sumber daya manusia yang berkualitas masih sedikit karena terdistribusi
ke pusat.
4. Dengan
otonomi maka daerah bebas melakukan apa saja.
5. Dengan
otonomi daerah pusat akan melepaskan tanggung jawab untuk membantu dan membina
darah.
3.2.
Saran-Saran
Dalam
suatu organisasi modern dikemudikan dan dikendalikan oleh pendekatan
kesisteman. Pendekatan kesisteman berarti bahwa organisasi diperlakukan,
digunakan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Pendekatan kesisteman ini
juga berlaku bagi organisasi pemerintahan. Tidak perlu dipersoalkan bagaimana
organisasi pemerintahan itu disusun dalam arti jumlah department, aparat
pemerintahan daerah dan aparatur pemerintahan negara. Yang harus terjadi adalah
organisasi pemerintahan itu harus bergerak dalam irama yang sama.
Berkaitan
dengan pengembangan system adalah pengembangan kelembagaan. Keterkaitan
tersebut tidak hanya sebagai upaya menjamin agar keseluruhan organisasi
bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Pengembangan kelembagaan
dimaksudkan agar:
a. Semua
fungsi dan kegiatan yang berlangsung terus menerus dan jelas pewadahannya.
b. Satuan-satuan
kerja yang diciptakan benar-benar sesuai dengan beban kerja.
c. Spesialisasi
tugas tertampung secara tepat.
d. Tercipta
pola dasar organisasi yang relatif permanen.
e. Tidak
terjadi duplikasi atau tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
Bachsan
Mustafa, SH., “Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara”, Alumni, Bandung,
1985.
Indra
Lesmana, “Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah”, Pondok Edukasi, Solo, 2002.
Philipus M. Hadjon
– R. Sri Soemantri Martosoewignjosejaohan Basah – Bagir Manan – H. M. Laka
Marsuki J. B. J. M. Ten Berge – P. J. J Van Buuren – F. A. M s=Stroink,
“Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1995.
Sondang
P. Siagian, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN
Balai Pustaka, Jakarta,
1995.