MANUSIA BUDAYA SEBAGAI
WARISAN YANG MELEKAT PADA DIRI SETIAP MANUSIA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budaya atau kebudayaan memiliki cakupan makna yang amat luas,
karena pada hakikatnya kebudayaan merupakan seluruh aktivitas manusia, baik
yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Memahami aktivitas manusia sebagai
makhluk sosio-kultural berarti melahirkan tuntutan untuk memahami sistem atau
konfigurasi nilai-nilai yang dipegang oleh manusia, karena cara berpikir, cara
berekspresi, cara berperilaku, dan hasil tindakan manusia pada dasarnya bukan
hanya sekadar reaksi spontan atas situasi objektif yang menggejala di
sekitarnya, melainkan jauh lebih dalam dikerangkai oleh suatu sistem atau tata
nilai tertentu yang berlaku dalam suatu kebudayaan.
Tujuan
menambah
wawasan para pembaca, untuk mengetahui tentang budaya sunda serta warisan yang melekat pada diri setiap manusia.
ISI/ PEMBAHASAN
Kerajaan Batak didirikan
oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat
Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja
Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak
dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054
Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.
1.
Deskripsi
lokasi
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman
orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini
dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat
sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat
dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau
bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli
Utara, dan Asahan.
2.
Unsur
budaya
A Bahasa
Dalam kehidupan
dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah:
1.
Logat
Karo yang dipakai oleh orang Karo;
2.
Logat
Pakpak yang dipakai oleh Pakpak;
3.
Logat
Simalungun yang dipakai oleh Simalungun;
4.
Logat
Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.
C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.
b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.
E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.
G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .
3.
NILAI
BUDAYA
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
4. ASPEK
PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.
Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.
PENUTUP
Suku / masyarakat Batak hidup di
kawasan Sumatra Utara. Sebagian masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah
masyarakat Batak. Suku Batak pertama sekali mendiami daerah karo dan
kawasan danau Toba. Sebagian
masyarakat batak bercocok tanam di irigasi dan ladang. Di smping bercocok
tanam, pertenakan juga merupakan suatu mata pencaharian yang penting bagi orang
batak umumnya. Di daerah pinggiran danau toba, biasanya masyarakat Batak
menagkap ikan dengan perahu lesung.
Masyarakat Batak pada umumnya beragama kristen dan hanya
sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun demikian masyarakat perdesaan suku
Batak tetap memepertahankan agama aslinya. Orang batak percaya bahwa, yang
menciptakan alam semesta ini adalah debata(ompung) mulajadi na bolon. Dia
tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama seseui tugasnya.
Walau terjadi unifikasi hukum nasional buat seluruh
masyarakat Indonesia, namun budaya Batak tetap akan dijaga. Walau Sisinga
Mangaraja telah gugur namun falsafah hidup Dalihan Na Tolu tidak
pernah hilang. Dan pola Kebudayaan Batak sejak abad XIV hingga kini tidak
pernah dapat ditumbangkan oleh kebudayaan asing. Zaman boleh berubah, teknologi
boleh semakin maju, arus globalisasi boleh semakin deras tapi kebudayaan Batak tetap
harus dilestarikan. Budaya Batak akan tetap bertahan dan berkembang dalam
perubahan multi dimensi.
DAFTAR PUSTAKA :
Hidayah,
Zuliyani
1997
Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Koentjaraningrat
1971
Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Melalatoa, M. Junus
1997
Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan
batak.blogspot.com